3 tenda 3 kasta

.
.
3 TENDA 3 KASTA
. .
3 lampu teplok, 1 unggun, 3 tenda, 8 ransel besar, 3 ransel kecil, Hi-Cook, Blue Gas serta segudang logistik dan peralatan dengan kekuatan dan fungsional penuh berhasil membuat mulut kita mengunyah dan membuat sebagian dari kita ngantuk. Setelah makan malam diputuskan besok pagi jam 08.00WIB merupakan waktu yang sementara direncanakan untuk bergerak meninggalkan Ranu Pane tujuan Ranu Kumbolo dengan estimasi jarah 10 km. Siapa yang ingin istirahat, siapa yang ingin bergadang, siapa yang mau ketawa ? Silahkan, juga siapa yang ingin boker dan beser (asal jangan di dalam tenda) …silahkan.
.
Unggun meredup, teplok dimatikan, alokasi hunian tenda telah ditentukan, "...jangan takut akan gelap, karena gelap melindungi kita dari kelelahan...", jika tidak lelah nyalakan lampu dan main kartu. Mulai dari permainan kartu tingkat kasino Las Vegas sampai jenis permainan pinggir jalan diusulkan, namun permainan kakek dan nenek jompo “Empat Satu” lah yang akhirnya mendapat simpati penuh dari Fai, Rangga, Kiting dan Patua yang dialokasikan di tenda biru.
.
"…Libur tlah tiba, libur tlah tiba, hore, hore, hatiku gembira…", kutipan lirik lagu penyanyi cilik Tasya tersebut seakan-akan hanya milik penghuni tenda biru. Main kartu, cemilan mirip kelereng, kopi 3 in 1, merokok, ngemut permen, seenaknya mengorbankan senter Teddy sebagai sarana penerangan tanpa persetujuan pemiliknya serta suara dengungan hidung Kiting yang mirip suara getaran HP membuat suasana di tenda tersebut seperti sebuah istana yang sedang dihuni oleh empat petinggi kerajaan dari berbagai belahan dunia yang sedang menikmati sebuah perjalanan petualangan berkelas dunia pula.
.
Apa yang terjadi dengan dua tenda lain dan penghuninya ?
.
Ketika malam telah menginjak pukul 22.00WIB, ketika cuaca dingin mulai menusuk tulang dan memaksa cairan kepala keluar melalui hidung, ketika usus terasa lelah mencerna makanan, kala itulah kita berusaha menjaga agar seluruh telapak kaki dan tangan tetap hangat dan bersahabat dengan cuaca dingin, tetapi tanpa disadari oleh sebagian anggota tim, bahwa hanya beberapa jengkal disamping sebuah tenda yang dihuni oleh beberapa orang yang berusaha larut dalam canda dan ceria, berdiri kokoh sebuah tenda kuning dengan penghuni empat anggota tim lainnya yang seakan – akan berusaha untuk membekukan hati dan jari – jemari mereka. Tenda tersebut seperti mengisahkan beberapa legenda Melayu yang sering menggambarkan bahwa warna kuning sangat mewakili sifat – sifat kejayaan, kemegahan, keperkasaan dan sifat - sifat lain yang bertolak belakang dengan kebodohan, kejelataan dan kumuh.
Terlepas dari tenda tersebut berwarna kuning, para penghuninya yang terdiri dari Surya, Teddy, Gaple dan Ulfa (mungkin) kala itu lebih memilih untuk mengkotak – kotakkan berbagai macam prediksi dan perencanaan perjalanan untuk beberapa hari kedepan atau mengembalikan kondisi fisik yang terkuras dengan berusaha untuk beristirahat atau apakah mereka terbiasa dengan suasana tersebut dan cenderung mempertahakannya ? …mungkin.
.
Ransel, peralatan dan lain – lain diluar SDM yang ada kita alokasikan di tenda yang kita anggap wajar. Tenda yang dimana pada saat pendiriannya saja sang Gaple harus permisi kepada tenda tersebut untuk didirikan, mungkin karena pengalaman dan senioritas tenda tersebut dalam berbagai macam petualangan membuat tenda tersebut kelihatan lusung dan renta.
.
Malam itu di Ranu Pane (mungkin) mengingatkan kita akan suasana tempat – tempat transit pendakian di berbagai penjuru alam yang pernah kita kunjungi, dengar atau baca sebelumnya, karena saat itu Ranu Pane cukup disibukkan oleh puluhan tim yang singgah untuk memulai atau kembali dari petualangan pendakian di berbagai belahan areal “TN BTS”. Beberapa dari kita sempat terkejut ketika mendengarkan cerita dari beberapa pendaki yang kembali dari puncak Mahameru bahwa “ sedikitnya 200 – 300 orang tersebar menuju ataupun kembali dari puncak” bahkan mereka juga dengan nada bangga bercerita bahwa “ mereka berhasil mencapai puncak mahameru walau harus antri lebih dari dua jam sebelumnya”.
.
Berbagai kenangan, polemik, trauma, prediksi, perencanaan ataupun target baik secara individu maupun tim terasa menyelimuti setiap orang dari kita, hanya saja setiap orang menyikapi dan melampiaskannya dengan cara masing – masing. Apakah hal tersebut yang membuat 3 tenda tersebut terasa dihuni oleh 3 kasta yang berbeda ? Apakah alam memang selalu mendidik kita dengan caranya ? Apakah kita hanya mahluk lemah yang selalu lupa akan batas kemampuan kita ? Ataukah kita hanya ber-prasangka ? …entahlah.
.
~
.
.